Lentera

Dari sebuah sudut pusat kota, Ia menari bebas dalam cerita
Semakin malam semakin kelam, membuka kembali lembaran kusam
Yang sesungguhnya tak ingin Ia baca
Sesungguhnya menyenangkan, berlari-lari riang diatas cerita bahagia

Tentang hujan deras yang membawanya ke sebuah warung kaki lima bersama orang-orang kehujanan lainnya
Kemudian memutuskan untuk menerobos beralasan ingin menikmati
Apa yang sebenarnya Ia nikmati? Dewasa ini, hanya saling menyakiti
Lalu lalang dingin dan genangan yang mulai mengaliri sudut pipi

Atau
Ketika jalanan malam dan cerita sederhana kemudian tawa bahagia yang membuat Ia tergelak lupa bahwasanya Ia sedang terluka
Setelahnya cerita tetap berlangsung dibawah tenda warung pecel ayam yang turut bahagia menyaksikan Ia tak henti berkisah tentang apa saja yang Ia senangi dan diamati dengan hati-hati
Lihatlah! Ia bahkan lupa sebenarnya Ia sedang dengan entah siapa yang datang layaknya lentera dalam gelap malam sabtu

Sederhana saja, Ia bisa tertawa dan lupa bahwa Ia pernah terluka
Bermandikan bahagia tanpa dusta dan cukup cahaya sebuah lentera
Membisukan argumen tentang ketakutan dan persepsi patah hati

Beberapa lama setelahnya, pembawa lentera itu menepikan diri ke ufuk timur
Sedetik kemudian menghilang ditandai dengan cahaya yang kian redup
Kini Ia mulai tak sanggup, gelap ini sungguh buatnya gugup

Menunggui cahaya baru, sesekali menapak langkah mencari terang
Silih berganti benderang bersedia membahagiakan
Ia masih menerawang, menerka pulangnya pembawa lentera
Yang pergi menitipkan sedikit lara


Photo by Mia
At Canopy Center, 17 Desember 2017

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Berbagai Perspektif Dalam Teori Komunikasi

Catatan Teori Komunikasi II (Tradisi Kritis dan Fenomenologi)

Catatan Teori Komunikasi (Teori Komunikasi Dalam Tradisi Sosiokultural, Retorika, Sibernetika)