Sosok yang Tersembunyi




"Sosok yang Tersembunyi"



"Sosok yang Tersembunyi"
Bagi beberapa pengguna jalan, lokasi ini tidak asing bukan? 
Terlebih untuk para treveller penjelajah daerah pedalaman Kalimantan
Lokasi ini terletak Jl. Lintas Kalimantan, Ambawang, Sul Ambawang Kuala, Sungai Ambawang, Kabupaten Kubu Raya
Tidak jauh keluar dari Pontianak, tempat ini akan tampak
Tugu Alianyang, namanya
Pagi itu Tugu Terlihat sepi, jalanan juga lengang
Beberapa yang melintas kendaraan seperti Truk atau Bis lintas daerah
Lewat saja, acuh dan terlihat ‘terserah’
Atas keberadaan tugu ini
Seolah tidak menyadari indahnya pagi
Atau sekedar mengetahui siapa sosok dalam bentuk monument ini
Mungkin saja sudah mengenal secara singkat
Atau bahkan tidak ingin mengetahui, toh juga hanya lewat

Sekarang, mari kita berkenalan dengan sosok yang gagah dalam Monumen ini

Ali Anyang lahir di desa Nanga Menantak (sekarang masuk kecamatan AmbalauKabupaten Sintang). Orangtuanya, Lakak dan Liang memberinya nama, Anjang. Dalam keluarganya yang suku Dayak ini, Ali Anyang merupakan anak bungsu dari tujuh orang bersaudara.
Pada usai 8 tahun, Ali Anyang menjadi anak angkat Raden Mas Suadi Djoyomiharjo, seorang kepala sekolah di daerah Sintang. Kemudian mengganti nama asli Ali Anyang yaitu Anjang menjadi Muhammad Ali Anyang. Ia memperoleh pengajaran agama Islam dari orangtua angkatnya. Dalam pendidikannya, Ali Anyang pernah bersekolah di Holland Inlandsche School (HIS) di Pontianak. Setelah tamat dari HIS, melanjutkan ke Sekolah Juru Rawat Centrale Burgerlijke Ziekem Inrichting (CBZ) atau Rumah Sakit Umum Pemerintah di Semarang. Setelah tamat kembali ke Pontianak dan bekerja di Rumah Sakit Umum Sei Jawi Pontianak.
(di kutip dari Wikipedia.org)

Dari Perawat Menjadi Pejuang
Namanya aslinya Anjang atau dibaca Anyang, putra dari pasangan suami-istri Lakak dan Liang. Anyang lahir pada 20 Oktober 1920 di Desa Nanga Menantak, suatu permukiman Suku Dayak Uud Danum yang terletak di pedalaman Sintang, Kalimantan Barat. Ia anak paling bontot dari 7 bersaudara.

Ketika Anyang berusia 8 tahun, ia diangkat anak oleh seorang kepala sekolah di Sintang bernama Raden Mas Suadi Djoyomiharjo. Dari namanya, sosok ini termasuk bangsawan tinggi Jawa yang entah bagaimana bisa bermukim di wilayah yang terletak sisi barat Pulau Borneo itu. 

Anyang kemudian masuk Islam, mengikuti agama keluarga barunya. Sang ayah angkat pun memberinya nama anyar: Mohammad Ali. Tapi, Anyang tidak lantas menghilangkan nama asli pemberian orangtua kandungnya. Jadilah ia dikenal sebagai Mohammad Ali Anyang.

Keluarga Raden Mas Suadi Djoyomiharjo memperlakukan Anyang dengan sangat baik, termasuk dengan menyekolahkannya di Holland Inlandsche School (HIS) Pontianak. Ini adalah sekolah dasar yang dikelola pemerintah kolonial dan diperuntukkan bagi anak-anak priyayi dan anak-anak dari keluarga berada (Soewarsono, Berbareng Bergerak, 2000:41).

Anyang ingin mengabdikan hidupnya untuk orang-orang yang butuh pertolongan, ia ingin jadi tenaga medis. Raden Mas Suadi Djoyomiharjo merespons keinginan mulia itu dengan mengirimkan Anyang jauh ke Semarang, Jawa Tengah, untuk melanjutkan pendidikan di Sekolah Juru Rawat bernama Centrale Burgerlijke Ziekem Inrichting (CBZ).

Setelah lulus, ia sempat membantu di Rumah Sakit Umum Semarang sebelum akhirnya pulang ke Kalimantan Barat untuk bekerja sebagai perawat di Rumah Sakit Umum Sei Jawi Pontianak selama beberapa tahun.

Namun, garis takdirnya berkata lain. Anyang nantinya menjadi pejuang tangguh dan memimpin perlawanan menghadapi pasukan Belanda (NICA) yang ingin berkuasa lagi di Indonesia, termasuk di Kalimantan Barat (Taufiq Tanasaldy, Regime Change and Ethnic Politics in Indonesia: Dayak Politics of West Kalimantan, 2012:73).
(di kutip dari Tirto.id)

Sosok yang hebat bukan?
Mungkin banyak yang tahu Alianyang sebagai nama jalan di Kota Pontianak
Tapi sudahkah kita mengetahui beliau pejuang kemerdekaan dari suku Dayak?
Putra asli tanah Borneo? Termasuk perjuanganya yang sangat ‘Balak’?
Sudah saatnya kita mengenal lebih banyak mengenai pejuang local
Bagaimanapun, tanah yang kita pijak sehari-hari ini ialah bagian dari perjuangan
Termasuk pula kebebasan kita melakukan perjalanan
Bagaimana jadinya jika para pejuang jaman dulu tidak dapat merenggut kemerdekaan?
Mungkin saja kita dapat bergerak tetapi dalam batasan.
Dapat dibayangkan?

Foto diambil pada Sabtu, 30 Oktober 2017
Sumber informasi

 https://tirto.id/ali-anyang-putra-dayak-penegak-nkri-cmg1

https://id.wikipedia.org/wiki/Mohammad_Ali_Anyang

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Berbagai Perspektif Dalam Teori Komunikasi

Catatan Teori Komunikasi (Teori Komunikasi Dalam Tradisi Sosiokultural, Retorika, Sibernetika)